Dalam sejarah agama Hindu Brahma, sejak zaman dahulu
telah banyak muncul tokoh-tokoh yang
membawa aliran perubahan, perubahan ini sebagai tantangan terhadap ajaran dan
agama hindu tersebut.
Perubahan tersebut ada yang bertalian dengan konsep ketuhanannya, cara mencapai akhirat (nirwana atau moksa) atau sistem kemasyrakatannya yang menganut system kasta, dimana sebagian manusia dipandang sangat mulia (Brahma, Ksatria dan Waisya), sedangkan sebagian yang lain dipandang sangat hina (Sudra, Paria dan Harijan).
Perubahan tersebut ada yang bertalian dengan konsep ketuhanannya, cara mencapai akhirat (nirwana atau moksa) atau sistem kemasyrakatannya yang menganut system kasta, dimana sebagian manusia dipandang sangat mulia (Brahma, Ksatria dan Waisya), sedangkan sebagian yang lain dipandang sangat hina (Sudra, Paria dan Harijan).
Salah satu dari agama yang muncul akibat dari gerakan
perubhan itu adalah agama sik (Sikhisme), dimana sebelumnya telah ada agama
Budha dan jaina yang mendahului gerakan ini. Agama Budha dan Jaina sama-sama
tidak setuju kepada paham Brahma yang mengakui banyak Tuhan, serta menyembah
kepada berhala dan tidak setuju kepada pembedaan derajat manusia yang membagi
manusia kepada berbagai kasta. Bagi kedua agama ini, syarat utama untuk
mancapai nirwana atau moksa ialah agar setiap orang harus menjadikan dirinya
sebagai manusia yang baik, berpikiran baik, berbuat baik, berkeinginan baik dan
menjauhi semua perbuatan yang tidak baik. Untuk mencapai nirwana, tidak harus
terlahir dari kasta Brahmana, tetapi siapapun dapat mencapainya asal ia berlaku
sebagaimana yang telah disebutkan tadi. Demikianlah, tantangan ini sudah tumbuh
pada abad kelima sebelum masehi. Pada abad ke tujuh masehi, agama Islam mulai masuk dan
bertapak di negeri India yang dibawah oleh kafilah yang dipimpin Muhammad bin
Qasim.
Ajaran Islam menanamkan tauhid, meyakinkan bahwa Maha
Pencipta alam semesta ini adalah Dzat yang Maha Esa dan Maha Kuasa dan tidak
ada sekutu bagi-Nya. Di samping itu, Islam tidak memandang manusia dari asal
keturunannya. Ternyata ajaran Islam ini membawa pengaruh yang sangat besar
kepada masyarakat India. Sebagian masyarakat India yang tidak mau melepaskan
diri dari sebagian paham Brahma. Mereka mengakui keesaan Tuhan, mereka setuju
tentang persamaan manusia, tetapi tentang akhirat mereka masih mempercayai
nirwana, yakni akhir tujuan ruh bersatu dengan Tuhan.
Sikhisme sendiri merupakan sinkronisasi dari agama
Hidu serta Islam sufi. Dewasa itu anak benua dari imperium Mughal (1525-1858
M), Imperium Islam yang berkedudukan di ibukota Delhi. Sebelum kedatangan Guru
Nanak, pendiri agama Sikh.Semasanya,
Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim.
Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya.
Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer
untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia
melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir
Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah
Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya. Sri Guru
Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi
juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.
Sikhisme berangkat dari adat-adat social dan struktur
dalam agama Hindu Islam, seperti sistem kasta dan purdah. Filsafat dalam
Sikhisme bercirikan logika, keseluruhan (bersifat komprehensif) dan pendekatan
yang sederhana terhadap masalah-masalah spiritual maupun material. Teologi dalam
agama ini penuh kesederhanaan[1].
Dalam hal ajaran ketuhanan, definisi terbaik
yang dapat diberikan oleh orang-orang Sikh adalah konsep “Mul Mantra,” yang
terdapat dalam japji (doa yang diucapakan setiap pagi saat meditasi) dan konsep
ini menjadi landasan fundamental agama Sikh yang termuat dalam bagian permulaan
Guru Granth Sahib. Di dalam Mul Mantra di jelaskan: “Hanya ada satu Allah, yang
nama-Nya adalah kebenaran. Dia adalah Pencipta segala yang ada dan tidak
mengenal takut, tidak terbatas waktu, tidak mempunyai wujud. Ia tidak
dilahirkan dan tidak dapat mati, Ia bijaksana, Ia dikenal melalui Anugerah
Guru”[2].
Agama Sikh ini secara tegas menyatakan diri sebagai
agama monotheisme, yaitu percaya kepada satu Tuhan. Tuhan yang Maha Kuasa yang
tidak tampak wujudnya yang disebut “ekankar”, sedangkan Tuhan yang tak tampak
wujudnya disebut “Oankar”[3].Hal
tersebut tidak dapat dilepaskan pendirinya yang memang berasal atau pernah
hidup dalam komunitas Muslim. Adanya pengaruh tersebut terlihat Sikh memiliki
kesamaan dengan ajaran Islam. Kemiripan ini merupakan fakta yang sangat menarik
dan menjadi subyek studi yang menantang. Namun, tidak demikian dengan
masyarakat atau tokoh agama yang berpikiran sempit. Kemiripan tersebut dapat
menimbulkan persoalan atau bahkan tuduhan bahwa Sikh telah melakukan penodaan
agama Islam. Selain ada
kemiripan dengan ajaran agama atau tradisi Islam, ajaran Sikh cenderung
sinkretisme, yaitu kombinasi dari berbagai ajaran agama. Mereka secara kreatif
mengambil beberapa ajaran agama lain dan diklaim menjadi ajaran Sikh. Seperti
dalam ajaran agama Sikh, pendirinya berpandangan bahwa Sikh merupakan
penyempurna dari ajaran agama-agama sebelumnya, termasuk paham mengenai keesaan
Tuhan atau monotheisme. Namun, karena mempunyai akar dari tradisi agama Hindu,
mereka mengharamkan memakan hewan sapi, sebaliknya diperbolehkan memakan daging
babi yang dalam Islam diharamkan. Ajaran sinkretisme Sikh tersebut tentu dapat
memicu persoalan di masyarakat.
Berdasarkan fakta agama Sikh merupakan salah satu dari banyak
agama yang tumbuh dan berkembang di dunia internasional, selain agama Kristen,
Islam, Hindu, Buddha, Khonghucu, Yahudi, Shinto, dan Zoroaster. Pertumbuhan dan
perkembangan agama tersebut ternyata cukup mendapat perhatian. Hal
tersebut setidaknya dapat dilihat dari masuknya Sikh sebagai salah satu entry
dalam beberapa ensiklopedi internasional, diantaranya The Encyclopedia of World
Religions, Religions of the World: A Comprehensive Encyclopedia of Beliefs and
Practices, World Religions: Almanac, dan Al-Mawsu’at al-Muyassarat fi al-Adyan
wa al-Madzhahib al- Mu’ashirat. Dari beberapa ensiklopedi tersebut itulah dapat
diketahui mengenai akar sejarah kemunculan agama Sikh tersebut, keyakinan yang dianut,
sumber dan sistem ajaran, kitab suci dan teks keagamaan otoritatif, bentuk
peribadatan, organisasi dan pusat gerakan, sebaran pemeluk, dan
signifikansinya. Informasi yang disampaikan mengenai beberapa subyek tersebut
kiranya cukup menarik dan komprehensif, sehingga cukup memadai untuk dijadikan
sebagai pijakan awal bagi mereka yang hendak mempelajari agama Sikh secara
lebih mendalam[4].
A. Sejarah
Agama Sikh
Sikhisme (bahasa:Punjabi) adalah
salah satu agama terbesar di dunia. Agama ini berkembang pesat pada abad ke 16
dan 17 di India. Kata Sikhisme berasal dari kata Sikh, yang berarti “murid”
atau “pelajar”. Agama Sikh atau Sikhisme adalah sebuah agama orang India ,
agama baru ini mengandung sedikit ajaran Islam dan Hindu di bawah semboyan
“Bukan Hindu dan bukan Muslim”.
Agama Sikh bermula di Sultanpur,
berhampiran dengan Amritsar di wilayah Punjab, India. Pendiri dari agama sikh
ini ialah Guru Nanak (1469-1539), dilahirkan di Talwandi Rai Bhoe, sebelah
barat Lahore, Punjab, tanggal 15 April 1469. Orang tuanya berkasta ksatria.
Ayahnya, Mehta Kalu, adalah seorang akuntan desa, bekerja pada perusahaan milik
Rai Bular, seorang Muslim dan tuan tanah yang kaya raya di desa itu. Ibunya,
Tripta, adalah seorang Hindu fanatik, keturunan suku Khattri dari kasta yang
tinggi. Ia disebut sebagai guru pertama atau Sang Guru Agung, dan yang terakhir
adalah guru Gobind Singh.
Seorang yang pada asalnya beragama
Hindu tetapi atas keinginannya untuk menjadikan sebuah agama yang boleh
diterima oleh semua orang di India, Guru Nanak telah menggabungkan ciri-ciri
terbaik agama Islam dan Hindu. Beliau dilahirkan dalam keluarga Hindu yang
ketat pada tahun 1469. Guru Nanak sejak kecil sudah menunjukkan pemberontakan
terhadap ajaran Hindu. Sebuah kisah yang paling terkenal adalah bagaimana Guru
Nanak kecil menolak pemasangan benang suci janeu. Dalam tradisi Brahmin,
bocah kecil yang beranjak dewasa akan mendapatkan benang suci putih yang
diikatkan melingkar dari pundak kiri ke pinggang kanan. Benang ini dipakai
terus sepanjang hidup. Setidaknya sekali dalam setahun, janeu kaum Brahmin
diganti dalam upacara khusus. Hanya orang Janeu adalah benang suci umat
Hindu. kasta Sudra (kasta terendah) yang tidak melingkarkan janeu di
tubuh mereka. Tetapi Guru Nanak tak peduli, tetap tak mau memasang benang itu
ke tubuhnya. Baginya, kualitas manusia bukan ditentukan oleh benang.
Beliau bersabda, “Meskipun mereka
melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang
tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang
kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara,
membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’.
Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain.
Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”
Semasanya, Guru Nanak sering
berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama
besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh
perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan
batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju
Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh
perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari
alam semesta raya[5]. Nanak meninggalkan desanya untuk mengkotbahkan ajaran kehidupan
dan spiritualitas barunya ke berbagai wilayah dan negara. Nanakpun melakukan
perjalanan ke berbagai negara, seperti; India, Srilangka, kepulauan Maladewa, Lokadewa, Assam,
Birma, Tibet, Turkistan, Siberia, Afganistan, Iran, Arab Saudi dan Turki, untuk
mengkhotbahkan ajaran yang diyakininya sebagai jalan menuju Tuhan. Sejak saat
itulah kelompoknya disebut Sikh artinya pengikut Nanak dan kemudian
disebut agama Sikh[6].
Guru Nanak meninggal tanggal 22 September 1539, pada usia 70 tahun
dan terjadilah perselisihan antara kaum hindi dan muslim, karena masing-masing
merasa pihaknya lah yang
berhak merawat jenazah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kaum hindi
mengatakan, Nanak adalah orang Hindu, sebab dilahirkan dari keluarga Hindu dan
sangat memahami Veda. Sementara kum muslim mengatakan, Nanak adalah Muslim
bahkan ulama, karena sudah bersyahadat, melaksanakan umrah berkali-kali dan
naik haji, ahli bahasa dan sastra Arab, sastra Persia, sangat memahami al
Qur’an, dan telah menjadi sufi. Pertengkaran berakhir setelah mereka membuka
penutup jenazah hanya menemukan setumpuk kembang dan tidak mendapati jasadnya.
Lagi-lagi ini cerita keajaiban dan misteri (khayali) yang tidak masuk akal.
Keraiban jenazahnya menambah wibawa Guru Nanak bagi pengikutnya meningkat.
Kejadian ini justru menaikan citra bahwa Guru Nanak adalah orang hebat yang
layak disebut sebagai utusan Tuhan.
Hanya ada satu Tuhan, manusia bisa
berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa perlu perantaraan ritual atau pendeta,
dan penolakan terhadap pembedaan manusia
berdasar kasta dan gender adalah poin-poin utama dalam ajaran Sikh. Oleh
karena itu, agama Sikh seperti Islam percaya kepada adanya satu Tuhan tetapi
Tuhan penganut Sikh dipanggil Waheguru.
Selepas beliau meninggal dunia,
penggantinya juga diberi pangkat guru. Guru Pewaris pertama dari Guru Nanak dan
Guru yang kedua adalah Bhai Lehna (Guru Angad Dev); Guru ketiga adalah Amar Das;
Guru keempat adalah Ram Das; Guru yang kelima, Arjun; Guru yang keenam, Har
Gobind; Guru ketujuh, Har Rai; Guru kedelapan Har Krishan; Guru ke sembilan
adalah Tegh Bahadur; dan Guru kesepuluh terakhir Guru Gobind Singh. Sebanyak
sepuluh guru telah mengambil alih tempat Guru Nanak dan secara perlahan-lahan,
mereka telah menjauhkan diri dari agama Hindu dan Islam.
Rangkaian ini berakhir pada tahun
1708 selepas kematian Sri Guru Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti
manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi
Granth. Skrip ini kemudian diberi nama Sri Guru Granth Sahib (yang
merupakan kitab suci umat Sikh). Sri Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah
persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh”. Sri Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya
ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan
agama lain.
Sepeninggalnya
Guru nanak banyak pengikutnya yang menghimpun diri dalam satu golongan atau
sekte tersendiri yang kehindu-hinduan, apalagi kebanyakan pengikutnya berasal
dari kalangan komunitas penganut agama Hindu dan hidup dilingkungan mayoritas
Hindu, serta adanya konflik-konflik politik dengan penguasa Moghul yang Islam.
Kondisi ini telah pernah melahirkan kebencian kepada Islam dan mendorongnya
lebih dekat kepada Hindu.
B. Keyakinan
dan Prinsip Agama Sikh
Konsep
keyakinan Sikh didasarkan pada ‘Mul Mantra’, yang termuat dalam kitab suci Sri
Guru Granth Shahib (bagian dari Adi Grant). Dalam kitab Sri Guru Granth Shahib
volume 1, pasal 1 ayat 1 disebutkan istilah ‘Japoji Mul Mantra’. Ayat tersebut
berbunyi “Hanya ada Allah Tuhan Yang Esa”. Tuhan itu disebut “Dadru”, ‘Sang
Pencipta’, atau ‘Dia yang terbebas dari rasa takut dan rasa kebencian’, ‘Dia
Yang Kekal’, ‘Dia yang tidak dilahirkan’. Agama Sikh meyakini Allah Tuhan Yang
Maha Esa (monothisme). Konsep ini mirip dengan al Qur’an surat al Ikhlas. Dalam
kitab itu juga terdapat banyak istilah untuk menjelaskan sifat Tuhan, misalnya,
Ek Omkara atau disebut ‘Kartar’ (Sang Pencipta tidak berwujud), ‘Akal’ (Yang
Abadi), ‘Satyanama’ (Yang Maha Suci), ‘Shahib’ (Tuhan), ‘Parvadigar’ (Sang
Pemelihara), ‘Rahim’ (Sang Pengasih), ‘Karim’ (Yang Mulia). Tuhan Yang Maha Esa
disebutnya ‘Wahe Guru’, berarti satu Tuhan dan sebagainya.
Agama
Sikh menentang konsep titisan Tuhan. Tuhan tidak bisa mewujud menjadi manusia
atau berkinosis seperti kepercayaan Kristen yang menyebut Yesus titisan Allah.
Sikh melarang penyembahan berhala. Setiap penganut Sikh harus ingat pada tuhan
Allah, “Setiap orang akan ingat kepada Tuhannya tatkala ia berada dalam lilitan
masalah, tetapi lupa mengingat-Nya tatkala berada dalam keadaan senang dan
bahagia. Seseorang yang selalu mengingat Tuhan tatkala berada dalam keadaan
senang dan bahagia, bagaimana mungkin ia akan terjatuh ke dalam masalah”.
Dalam
kitab Guru Granth Shahib terdapat banyak nama untuk menjelaskan sifat Tuhan,
misalnya, Ek Omkara atau disebut ‘Kartar’ (Sang Pencipta), ‘Akal’ (Yang Abadi),
‘Satyanama’ (Yang Maha Suci), ‘Shahib’ (Tuhan), ‘Parvadigar’ (Sang Pemelihara),
‘Rahim’ (Sang Pengasih), ‘Karim’ (Yang Mulia). Tuhan Yang Maha Esa disebut
dengan ‘Wahe Guru’, yang berarti satu Tuhan. Agama Sikh menentang konsep ajaran
Avtarvada, yaitu konsep titisan (inkarnasi) Tuhan, Tuhan tidak bisa mengambil
wujud seperti manusia, seperti orang Kristen menyebut Yesus sebagai titisan
Allah (berkinosis). Mereka tidak percaya bahwa Tuhan berkinosis dan melarang
penyembahan berhala.
“Setiap
orang akan ingat kepada Tuhannya tatkala ia berada dalam lilitan masalah,
tetapi lupa mengingat-Nya tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia.
Seseorang yang selalu mengingat Tuhan tatkala berada dalam keadaan senang dan
bahagia, bagaimana mungkin ia akan terjatuh ke dalam masalah”. Pesan ini mirip
pesan dalam kitab suci Al-Qur’an surat Az-Zumar, surat ke-39, ayat 8,
disebutkan “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan
memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia
berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya”. Hal
ini sangat logis, karena Guru Nanak menguasahi sastra Arab, menguasai ilmu al
Qur’an termasuk tafsir, dan peraktek amalan Sufi, sudah menunaikan ibadah haji
dan berumrah berkali-kali, malah disebut sebagai ulama.
Prinsip
agama Sikh Sebagai seorang yang sudah mendalami ajaran Islam, sering umrah dan
sudah naik haji, Guru Nanak menolak ajaran tentang dewa-dewa yang diajarkan
agama Hindu. Menurutnya Tuhan adalah tak berbilang, Tuhan yang Maha Esa yang
Maha Benar sajalah yang wajib di sembah, persis sebagaimana ajaran Islam.
Ajaran Guru Nanak tentang keesaan Tuhan ini jelas dapat di baca dalam Mulmantra
dari Japji, baris baris pertama dalam bagian-bagian pertama dalam kitab suci
Adhi Granth. Di situ termuat ucapan-ucapan Guru Nanak seperti :“hanya ada satu
Tuhan yang nama-Nya adalah kebenaran, pencipta, terpelihara dari kekuatan dan
musuh tidak dilahirkan, kekal, berdiri sendiri, maha besar, melimpah. Yang Maha
Esa itulah yang awal dan yang akhir, yang Maha Esa itulah yang akan datang.
Guru
Nanak sama sekali menolak setiap bentuk kompromi dalam ajaran tentang keesaan
tuhan, sehingga ia dengan tegas menolak ajaran tentang Trinitas, seperti yang
diyakini oleh kalangan Kristen dan dewa-dewa dalam agama Hindu. Ia menyatakan
bahwa pembagian Tuhan menjadi tiga pribadi adalah bertentangan dengan keesaan
Tuhan. Guru Nanak berpendapat bahwa “adalah anggapan yang biasa bahwa dewi ibu
secara misterius melahirkan ajaran Trinitas atau Tritunggal, yaitu Tuhan
Pencipta, Tuhan Memelihara dan Tuhan Pemusnah, bukan dalam artian seperti
diyakini kalangan kristen ada tuhan Bapak, Rohul Kudus dan Yesus. Hakekatnya
Tuhanlah, yang mengatur alam semesta berdasarkan kehendaknya dan bukan yang
lain. Tuhan itu melihat mereka (manusia) tetapi mereka tidak melihan-Nya, semua
tergantung kepada-Nya. Tuhan sebagai wujud pertama yang maha suci yang tidak
berawal, tidak mati dan selamanya tetap sama”.
Guru
Nanak juga menyangkal ajaran ketuhanan yang bercorak monistik (advaita
vedantism) dari Hinduisme. Menurut ajaran agama ini alam semesta adalah maya
atau khayal, realitas sejati hanya satu yaitu Tuhan. Guru Nanak tidak mau
menerima ajaran dualistik yang di ajarkan oleh Hinduisme yang di kenal dengan
sebutan Shankhya-yoga. Karena menurut ajaran ini, alam dan Tuhan tidak di
ciptakan dan sama-sama kekal. Guru Nanak percaya bahwa alam semesta itu adalah
nyata namun diciptakan dan tidak kekal, sebagaimana yang juga diajarkan Islam.
Alam ini nyata karena merupakan bukti dan kehendak dan hukum Tuhan. Semua benda
menjadi wujud, sementara karya dari kehendak itu tidak bisa di uraikan. Hanya
dengan kehendak-Nya semua wujud mengembangkan hayat dalam diri masing-masing,
dan kemudian semua wujud akan bertambah mulia karena kemuliaan yang
menciptakanya.
Prinsip
ajaran Guru Nanak yang harus dipedomani oleh komunitas Sikh ada sepuluh, yaitu
1.
Percaya pada Allah Tuhan Yang Maha Esa;
2.
Menghormati sesama manusia, baik laki-laki maupun wanita
dengan kesetaraan gender;
3.
Harus mempunyai rasa perikemanusiaan yang luas dan
mendalam;
4.
Harus memajukan watak pribadi dengan perbuatan kebajikan
yang mulia dan luhur;
5.
Harus selalu ingat kepada Tuhan;
6.
Tidak boleh buta akan kepercayaan;
7.
Harus menolak perbedaan kasta;
8.
Tidak boleh berjanji atas nama Tuhan dan adat
istiadat agama;
9.
Tidak boleh menyangkal kenyataan dunia;
10.
Pemimpin rohani dapat menyelamatkanya dari hukuman
Tuhan.
Prinsip
dalam agama Sikh, umat manusia memiliki derajat yang sama, karena orang
dimuliakan bukan karena kastanya, melainkan karena ia adalah “manusia”,
sehingga ajaran kasta harus ditolak. Ajaran “menajiskan” manusia lainya dan
haram untuk di sentuh harus dihapuskan. “Tidak ada gunanya kasta dan keturunan,
pergilah dan tanyakan pada orang alim, pasti derajat seseorang ditentukan oleh
amal kebajikannya, bukan oleh kastanya”. Manusia hidup harus mengutamakan
kesempurnaan moral, karena nilai manusia terletak pada tinggi rendahnya moral
itu.
Guru
Nanak mengajarkan bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, dan tidak abadi.
Yang kekal dan abadi hanyalah Tuhan Allah, karena Tuhan adalah Realitas Mutlak.
Guru Nanak dan manusia lainya adalah hamba Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau manusia
beranggapan bahwa ia bebas melakukan kehendaknya, maka ia tidak akan dapat
menikmati kebahagiaan sejati. Dengan kodrat dan iradat Tuhan seluruh alam ini
terjadi, dan melalui hukum Tuhan. Tidak ada sesuatu yang berjalan di luar
Kehendak dan hukum Tuhan. Segala yang dikendaki Tuhan semuanya pasti terjadi.
Tidak ada yang berada di bawah kuasa makhluk, kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa,
dan Maha Kasih.
C. Sistem
Peribadatan Agama Sikh
Dalam
ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth
Sahib, mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak
10%. Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak harus wajib dilaksanakan
atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh. Bagi Sikh tidak ada batasan hari
dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari,
namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu
pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu
terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah. Adanya kotak sumbangan ini guna untuk
keperluan Gurdwara dan umat Sikh.
Di kuil
Sikh tidak ada patung, karena patung itu berhala dan berhala merupakan sistem
ketuhanan Hindu. Di dalam kuil Sikh hanya ada kitab suci dengan bunga dan dupa
yang menghias kitab yang sangat diagungkan. Terdapat jenis makanan atau kue
tertentu yang menggunakan lemak sapi sebagai bahan utamanya. Di teras depan
gurudwara selalu ada kran untuk bersuci, sebagaimana di masjid yang selalu juga
ada kran air untuk berwudlu. Arsitekturnya selalu dilengkapi dengan
kubah-kubah, seperti masjid, sehingga banyak kaum muslim terjebak melaksanakan
shalat dhuhur, ashar dan maghrib. Siapapun boleh mengunjungi kuil Sikh, asalkan
menggunakan tutup kepala.
Pada hari
Minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.00
wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi
hari dimulai pukul 03.00 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib dan pada ajaran
Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru,
kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera
agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya
dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap
acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini
membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran-ajaran yang ditinggalkan oleh
kesepuluh Gurunya[7].
Hari Raya
Agama Sikh yaitu Dipawali, Vaisakhi, Gurpurb. Peringatan hari besar agama Sikh ini
berdasarkan pada penanggalan kalender Sikh. Kalender ini berdasarkan pada tahun
matahari tropis, sebagai pengganti perputaran bulan, yang berarti bahwa tanggal
tidak akan berubah dari tahun ke tahun seperti yang sebelumnya dilakukan
berdasarkan kalender bulan lama[8].
D. Tradisi
Keagamaan Agama Sikh
Salah
satu keyakinan yang harus dilaksanakan adalah tradisi Sikh yaitu upacara daur
hidup yang menjadi adat istiadat yang sangat kental di kalangan Sikh. Upacara
daur hidup ini dimulai sejak kelahiran kemudian menjalani hidup, kematian dan
berbagai upacara setelah meninggalnya penganut Sikh. Pemberian hadiah pahala
(dalam Islam sering dilakukan dengan tahlil) merupakan tradisi yang lazim dalam
komunitas Sikh, sebagaimana kaum muslim madhzab Syi’ah dan madzhab Suni Syafi’i
Indonesia.
Tradisi
menyambut kelahiran bayi dan memberi nama merupakan upacara penting yang
disebut dengan naamkaran. Bayi yang baru lahir diberi nama selepas Granthi
membaca kitab suci Ardas (salah satu bagian dari Grant Sahib). Begitu kitab Sri
Guru Granth Sahib dibuka, maka bayi akan diberi nama mengikut huruf pertama
dalam muka surat dari kitab suci yang dibuka itu. Nama akhir semua penganut
Sikh adalah sama yang berbeda hanya mengikut jenis kelaminnya yaitu Singh bagi
lelaki, artinya singa dan Kaur (bukan Kepala Urusan) bagi perempuan artinya
artinya “Puteri”.
Remaja
lelaki berumur sebelas hingga enam belas tahun dia akan melalui satu upacara
pemakaian serban (upacara babtis) yang disebut dengan Dastar Bandhni. Upacara
ini baru muncul ketika umat Sikh dipimpin oleh guru yang ke sepuluh (Gobind
Singh). Oleh karena itu tidak semua umat Sikh mau dibabtis, karena dianggap
bid’ah. Upacara dipimpin oleh pemimpin agama Sikh yang dipanggil Granthi. Bagi
komunitas Sikh, perkawinan adalah suci dan mereka percaya pada sistem monogami,
dan perceraian tidak boleh terjadi, dan hanya terjadi jika salah satu suami
isteri itu meninggal.
Penampilan
komunitas Sikh mudah dikenali, dalam
teladannya, Sri Gobind Singh juga memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh
yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran “Lima K”. Dan pada saat ini, pemakaian
seragam ini akhirnya menjadi satu ciri dari kaum Sikh itu sendiri. Lima K
adalah lima hal yang selalu harus ada dan diwajibkan untuk dipakai, dengan
keterangan sebagai berikut:
1.
Kesh yang berarti memelihara rambut
sebagai suatu symbol kepercayaan kepada Tuhan dan mengajarkan kerendahan hati.
Setelah dibaptis Umat Sikh dilarang untuk memotong rambut yang ada di sekujur
tubuhnya. Saat ini penggunaan Kesh mengalami perubahan. Dimana, tidak semua
lelaki Sikh menggunaan Kesh tersebut. Hal ini dilakukan karena pada saat ini
juga tidak semua lelaki Sikh berambut panjang.
2.
Khanga yang berarti sisir. Umat Sikh
harus terlihat rapi. Dengan menggunakan sisir ini mereka merapikan rambut yang
kekusutan dan membersihkan rambut dari kotoran.
3.
Karra yang berarti pertalian atau
persaudaraan yang erat diantara pengikut agama Sikh. Karra merupakan sebuah
Gelang yang terbuat dari baja tertentu. Maknanya yaitu: ikutilah agama secara
menyeluruh, melambangkan suatu kebulatan antara sesame umat sikh, dan yang
terakhir adalah sebagai penangkal dari aura-aura dan kekuatan negatif. Penggunaan
Karra sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh umat Sikh. Penggunaan
gelang tersebut pada saat ini tidak hanya dipertahankan oleh lelaki Sikh tetapi
juga oleh perempuan Sikh. Hal ini sebagai penanda bahwa mereka adalah kaum
Sikh.
4.
Kachha yang berarti celana pendek.
Merupakan suatu simbol pengawasan terhadap diri sendiri dan sifat moral yang
tinggi. Penggunaan Kachha ini. Dimana, saat ini, kachha tidak selalu digunakan
oleh semua kaum lelaki Sikh.
5.
Kirpan merupakan pedang kecil. Ini
merupakan simbol dari aktifitas kebaikan, penghormatan dan juga penghormatan
pada diri sendiri. Namun pada zaman sekarang kirpan banyak digantikan dengan
pedang-pedangan karena takut dianggap sebagai teroris.
Uraian di
atas merupakan ciri-ciri kaum Sikh pada masa awal agama ini berdiri di dalam
perkembangannya, beberapa penggunaan ciri ini banyak bergeser. Tetapi pemuka
agama mereka seperti pendeta dan beberapa orang-orang tertentu masih
memanjangkan rambut mereka. Hal ini ditandai dengan penggunaan sorban oleh para
pendeta. Jemaat laki-laki yang lain, ada umumnya hanya memakai penutup kepala
saja. Dari keadaan ini, terlihat adanya perkembangan penggunaan sorban oleh
para laki-laki Sikh. Yang dimana, karena rambut mereka saat ini tidak lagi panjang,
maka mereka tidak lagi menggunakan sorban. Untuk perempuan Sikh, biasanya
menggunakan penutup kepala dan pakaian yang menutup aurat, celana longgar, baju
selutut, selendang 2 meter dan pakaian yang mereka kenakan mirip ataupun hampir
sama dengan baju sari yang sering digunakan oleh perempuan India pada umumnya[9].
E. Sekte-Sekte
Agama Sikh
Seperti
umumnya, hampir setiap agama memiliki sekte-sekte atau sempalan atau madzhab,
demikian pula dalam agama Sikh. Agama Sikh memiliki sekte-sekte, yaitu;
1.
Sekte Panthis Nanak
Panthis
Nanak merupakan aliran besar yang ingin mempertahankan ajaran-ajaran Guru
Nanak. Hal ini adalah karena agama Sikh menjadi seperti yang sekarang telah
melalui proses berabad-abad dari Guru Nanak sebagai Guru Agung hingga Guru
Govind Singh. Oleh karena itu terlalu banyak tambahan yang prinsipil menjadi
berbeda dengan ajaran Guru Nanak. Misalnya Guru Nanak tidak memasukan ajaran
Mahabarata dalam ajaran spiritualitas barunya, tetapi pada masa guru Govind
Sing, Mahabarata dan ajaran Hindu lainya masuk dalam kitab sucinya, bahkan
lebih dominan.
Sebenarnya
usaha revitalisasi dan purifikasi pernah dilakukan oleh Guru Arjun Singh,
tetapi pada masa guru berikutnya bid’ah-bid’ah masuk lagi dan diperparah pada
masa Guru Govind Singh. Bahkan ada upacara sekramen atau babtis segala yang
pada masa sebelumnya tidak dikenal. Guru Nanak ketika remaja saja dikalungi
kembang sebagai simbol Hindu dari kalangan kasta tinggi, Nanak muda tidak mau.
Apalagi sekramen-sekramen dan pembabtisan.
2.
Sekte Khalsa
Sekte
Khalsa adalah sekte Sikh yang mengutamakan kepatuhan dan ketundukan kepada guru
yang ke sepuluh, yaitu Govind Singh. Pandangan kelompok ini lebih dinamis dan
lebih terbuka dengan kemungkinan adanya perubahan dan pembaharuan. Oleh karena
itu corak teologis, tradisi keagamaan, ritual keagamaanya berbeda dengan sekte
Panthis Nanak. Jadi agama Sikh sekte Khalsa ini berpenampilan lebih modern,
karena menyesuaikan dengan jaman. Hanya masalah teologi dan kitabsucinya saja
yang terpelihara, karena prinsipnya adalah beteologi seperti Guru Nanak dan
berpedoman kepada kitab Suci Adi Grant Sahib.
3.
Sekte Namdari
Sekte ini
didirikan oleh Bhai Ram Singh, seorang perwira pasukan Raja Ranjit Singh. Bhai
Ram Singh adalah seorang yang taat beragama sebagai murid dari seorang pengikut
sekte Orsi, yaitu Baba Balak Ram. Bhai Ram ingin mengadakan pembaharuan
terhadap agama Sikh. Dia mengajarka bahwa gurunya Baba Balak Ram, adalah guru
Sikh yang kesebelas. Ajaran ini di terima oleh sebagian kaum Sikh, dan mereka
mengangap bahwa Bhai Ram adalah guru yang ke duabelas aliran ini terkenal
karena keshalehanya dan pakaian yang di pakai.
Anggota-anggota
sekte ini tidak mau memakan makanan yang tidak dimasak oleh angota kelompok
mereka, dan tidak mau pula memakan makanan yang najis, minum minuman yang
haram, atau khaddhar. Sikap mereka terhadap penguasa (penjajah) sangat keras
dan bersikap oposisi. Mereka selalu memboikot kantor-kantor pos dan pengadilan
kolonial Inggris. Mereka pernah mencoba mengusir kekuatan Inggris dari sekitar
mereka dan berusaha membangun kekuatan sendiri, akan tetapi mereka gagal.
Dalam
penyerangan yang mereka lakukan terhadap pos-pos pemerintah di daerah Punjab,
sekitar lima puluh orang di antara mereka terbunuh. Kegagalan pemberontakan ini
menyebabkan seluruh pimpinan mereka yang berada di daerah Punjab di tahan oleh
pasukan militer Inggris dari divisi Ambala. Kemudian mereka di buang ke Rangoon
dan tidak di perbolehkan balik ke India lagi. Gagal di dalam usaha politik
untuk mengusir kolonial Inggris ini, golongan Namdari mulai memusatkan fikiran
kembali ke masalah agama. Terutama di lakukan adalah mengangkat guru baru
pengganti Baba Ram Singh. Guru ini masih keponakan Baba Ram Singh. Sekarang
jumlah mereka diperkirakan ada sekitar 900.000 jiwa.
4.
Sekte Akali
Aliran
atau sekte Akali adalah suatu aliran yang paling akhir lahir di kalangan kaum
Sikh karena aliran ini baru muncul setelah perang dunia ke dua. Sekte Akali ini
sangat berbeda dengan sekte Namdari, dan sangat kuat terlibat dalam dunia
politik. Tokoh utama sekte Akali ini, Banda Biragi sangat besar pengaruhnya
dalam menentukan arah politik kelompok ini. Apa yang di lakukan oleh Banda
Bairagi dan pengikutnya dapat di gambarkan oleh keterangan berikut ; “perhatian
Belanda tidak pernah lengah dari mengamati pasukan Inggris di India.
Sering
sekali ia melakukan perang gerilya dengan menyamar di dalam kerumunan orang banyak.
Mereka selalu menimbulkan kerusuhan-kerusuhan yang merepotkan penguasa Banda
tidak menetap di suatu tempat tertentu ia tidak pernah meninggalkan bekas
setelah melakukan pembunuhan, penyerangan serta penghancuran sesuatu sasaran
mereka juga sering menghancurkan masjid-masjid dan mengobrak abrik makam kaum
muslimin”.
F.
Agama Sikh di
Indonesia
Ajaran
Sikh masuk ke Indonesia melalui pedagang India dan Gujarat pada abad ke-19. Namun
menurut pengakuan dari salah seorang penganut agama Sikh bernama Baldev Singh
(41) disamping masuk melalui jalur perdagangan namun ada juga beberapa yang
dibonceng oleh tentara sekutu pada perang dunia kedua. Mereka dipekerjakan pada
perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Namun kurang begitu terekspos
beritanya. Kemudian mereka mulai masuk ke Indonesia secara bertahap dan
akhirnya menjadi berkembang. “Pak tua saya dulu ikut menjadi pejuang
kemerdekaan, beliau meninggal pada tahun 1975”, tutur Baldev .
Jumlah
penganut agama Sikh di dunia menurut informasi mencapai 23 juta orang, terbanyak
terdapat di Punjabi, India, sedangkan di Indonesia sekitar 80.000 orang. Mereka
hidup menyebar di seluruh pelosok tanah air seperti Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung. Pemeluk agama Sikh terbanyak adalah di Sumatra Utara sekitar 7.000
jiwa, utamanya di Kota Medan sekitar 5.000 jiwa, Pematang Siantar sekitar
2.000, Tebing Tinggi 360 orang dan Binjai 760 orang.
Umat Sikh
yang terbesar ada di wilayah Medan dan sekitarnya. Sikh berkembang dengan pesat
dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan
Indonesia. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku
bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Orang India yang tinggal di
Jakarta, berasal dari komunitas Sindhi dan Sikh, sebanyak 928 orang. Namun pada
tahun 1978 pemerintah memberi kesempatan kepada seluruh WNA untuk menjadi WNI,
tanpa biaya dan tidak perlu naturalisasi, sehingga warga keturunan yang sudah
turun-temurun di Indonesia menjadi WNI. Jumlah etnis India di Indonesia
berdasarkan sensus tahun 2000, adalah 34.685 jiwa, sekitar 22.047 (64%) tinggal
di Sumut, sementara di Jakarta hanya 3.632 (11%). Aktivitas ekonomi India
banyak dibidang ekonomi, kelompok Sindhi distereotipkan sebagai pembisnis
tekstil, dan orang Sikh bisnis peralatan olah raga. Kaum Sikh di Jakarta banyak berasal dari Medan,
rata-rata pekerja wirausaha/pekerjaan sendiri dan menguasai bahasa Inggris.
Meskipun
demikian, agama Sikh belumlah bisa berdiri sendiri, karena sampai sekarang para
penganutnya masih berada di bawah Perhimpunan Hindu Darma Indonesia (PHDI).
Hak-hak sipil umatnya juga belum dapat disetarakan dengan enam agama di
Indonesia, misalnya (salah satunya) mereka belum bisa mencantumkan agama Sikh
dalam Kartu Penduduk[10]
dan masih dianggap sebagai agama Hindu[11].
Sumber
1.
Kustini, et.al. (2015). Baha’i, Sikh, Tao: Penguatan
Identitas dan Perjuangan Hak-Hak Sipil. [Online]. Tersedia: https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/uploads/2017/01/BUKU_KUSTINI-Bahai,_Sikh,_Tao.pdf [13 Maret 2017]
2.
Nehemia Herwinka Silaban. (2012). Kirtan Pada Ibadah
Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian
Struktur Tekstual Dan Melodi. [Online]. Tersedia: http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/skripsiwinkasilaban.pdf [13 Maret 2017]
3.
Thari Mayaratu. (2011). Ajaran Ketuhanan dalam Agama
Sikh. [Online]. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/6111/1/THARI%20MAYARATU-FUH.pdf [13 Maret 2017]
4.
Universitas Sumatera Utara. Identifikasi Masyarakat
Sikh di Kota Medan. [Online]. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49196/4/Chapter%20II.pdf [13 Maret 2017]
[1]
Thari Mayaratu, “Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh”, diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/6111/1/THARI%20MAYARATU-FUH.pdf,
pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 14.46
[2]
Universitas Sumatera Utara, “Identifikasi Masyarakat Sikh di Kota Medan”,
diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49196/4/Chapter%20II.pdf,
pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.03
[4]
Kustini, et.al, “ Baha’i, Sikh, Tao: Penguatan Identitas dan Perjuangan Hak-Hak
Sipil”, Balitbang Diklat, diakses dari https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/uploads/2017/01/BUKU_KUSTINI-Bahai,_Sikh,_Tao.pdf,
pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.09
[5]
Kustini, et.al, op.cit.
[8] Nehemia Herwinka Silaban, “Kirtan Pada Ibadah
Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian
Struktur Tekstual Dan Melodi”, diakses dari http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/skripsiwinkasilaban.pdf,
pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.08
[11]
Nehemia Herwinka
Silaban, op.cit
0 komentar:
Posting Komentar