Rabu, 07 Juni 2017

Agama Sikh dan Sekte-Sektenya


Dalam sejarah agama Hindu Brahma, sejak zaman dahulu telah banyak muncul tokoh-tokoh yang membawa aliran perubahan, perubahan ini sebagai tantangan terhadap ajaran dan agama hindu tersebut.
Perubahan tersebut ada yang bertalian dengan konsep ketuhanannya, cara mencapai akhirat (nirwana atau moksa) atau sistem kemasyrakatannya yang menganut system kasta, dimana sebagian manusia dipandang sangat mulia (Brahma, Ksatria dan Waisya), sedangkan sebagian yang lain dipandang sangat hina (Sudra, Paria dan Harijan).
Salah satu dari agama yang muncul akibat dari gerakan perubhan itu adalah agama sik (Sikhisme), dimana sebelumnya telah ada agama Budha dan jaina yang mendahului gerakan ini. Agama Budha dan Jaina sama-sama tidak setuju kepada paham Brahma yang mengakui banyak Tuhan, serta menyembah kepada berhala dan tidak setuju kepada pembedaan derajat manusia yang membagi manusia kepada berbagai kasta. Bagi kedua agama ini, syarat utama untuk mancapai nirwana atau moksa ialah agar setiap orang harus menjadikan dirinya sebagai manusia yang baik, berpikiran baik, berbuat baik, berkeinginan baik dan menjauhi semua perbuatan yang tidak baik. Untuk mencapai nirwana, tidak harus terlahir dari kasta Brahmana, tetapi siapapun dapat mencapainya asal ia berlaku sebagaimana yang telah disebutkan tadi. Demikianlah, tantangan ini sudah tumbuh pada abad kelima sebelum masehi. Pada abad ke tujuh masehi, agama Islam mulai masuk dan bertapak di negeri India yang dibawah oleh kafilah yang dipimpin Muhammad bin Qasim.
Ajaran Islam menanamkan tauhid, meyakinkan bahwa Maha Pencipta alam semesta ini adalah Dzat yang Maha Esa dan Maha Kuasa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Di samping itu, Islam tidak memandang manusia dari asal keturunannya. Ternyata ajaran Islam ini membawa pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat India. Sebagian masyarakat India yang tidak mau melepaskan diri dari sebagian paham Brahma. Mereka mengakui keesaan Tuhan, mereka setuju tentang persamaan manusia, tetapi tentang akhirat mereka masih mempercayai nirwana, yakni akhir tujuan ruh bersatu dengan Tuhan.
Sikhisme sendiri merupakan sinkronisasi dari agama Hidu serta Islam sufi. Dewasa itu anak benua dari imperium Mughal (1525-1858 M), Imperium Islam yang berkedudukan di ibukota Delhi. Sebelum kedatangan Guru Nanak, pendiri agama Sikh.Semasanya, Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya. Sri Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.
Sikhisme berangkat dari adat-adat social dan struktur dalam agama Hindu Islam, seperti sistem kasta dan purdah. Filsafat dalam Sikhisme bercirikan logika, keseluruhan (bersifat komprehensif) dan pendekatan yang sederhana terhadap masalah-masalah spiritual maupun material. Teologi dalam agama ini penuh kesederhanaan[1].
Dalam hal ajaran ketuhanan, definisi terbaik yang dapat diberikan oleh orang-orang Sikh adalah konsep “Mul Mantra,” yang terdapat dalam japji (doa yang diucapakan setiap pagi saat meditasi) dan konsep ini menjadi landasan fundamental agama Sikh yang termuat dalam bagian permulaan Guru Granth Sahib. Di dalam Mul Mantra di jelaskan: “Hanya ada satu Allah, yang nama-Nya adalah kebenaran. Dia adalah Pencipta segala yang ada dan tidak mengenal takut, tidak terbatas waktu, tidak mempunyai wujud. Ia tidak dilahirkan dan tidak dapat mati, Ia bijaksana, Ia dikenal melalui Anugerah Guru”[2].
Agama Sikh ini secara tegas menyatakan diri sebagai agama monotheisme, yaitu percaya kepada satu Tuhan. Tuhan yang Maha Kuasa yang tidak tampak wujudnya yang disebut “ekankar”, sedangkan Tuhan yang tak tampak wujudnya disebut “Oankar”[3].Hal tersebut tidak dapat dilepaskan pendirinya yang memang berasal atau pernah hidup dalam komunitas Muslim. Adanya pengaruh tersebut terlihat Sikh memiliki kesamaan dengan ajaran Islam. Kemiripan ini merupakan fakta yang sangat menarik dan menjadi subyek studi yang menantang. Namun, tidak demikian dengan masyarakat atau tokoh agama yang berpikiran sempit. Kemiripan tersebut dapat menimbulkan persoalan atau bahkan tuduhan bahwa Sikh telah melakukan penodaan agama Islam. Selain ada kemiripan dengan ajaran agama atau tradisi Islam, ajaran Sikh cenderung sinkretisme, yaitu kombinasi dari berbagai ajaran agama. Mereka secara kreatif mengambil beberapa ajaran agama lain dan diklaim menjadi ajaran Sikh. Seperti dalam ajaran agama Sikh, pendirinya berpandangan bahwa Sikh merupakan penyempurna dari ajaran agama-agama sebelumnya, termasuk paham mengenai keesaan Tuhan atau monotheisme. Namun, karena mempunyai akar dari tradisi agama Hindu, mereka mengharamkan memakan hewan sapi, sebaliknya diperbolehkan memakan daging babi yang dalam Islam diharamkan. Ajaran sinkretisme Sikh tersebut tentu dapat memicu persoalan di masyarakat.
Berdasarkan fakta agama Sikh merupakan salah satu dari banyak agama yang tumbuh dan berkembang di dunia internasional, selain agama Kristen, Islam, Hindu, Buddha, Khonghucu, Yahudi, Shinto, dan Zoroaster. Pertumbuhan dan perkembangan agama tersebut ternyata cukup mendapat perhatian. Hal tersebut setidaknya dapat dilihat dari masuknya Sikh sebagai salah satu entry dalam beberapa ensiklopedi internasional, diantaranya The Encyclopedia of World Religions, Religions of the World: A Comprehensive Encyclopedia of Beliefs and Practices, World Religions: Almanac, dan Al-Mawsu’at al-Muyassarat fi al-Adyan wa al-Madzhahib al- Mu’ashirat. Dari beberapa ensiklopedi tersebut itulah dapat diketahui mengenai akar sejarah kemunculan agama Sikh tersebut, keyakinan yang dianut, sumber dan sistem ajaran, kitab suci dan teks keagamaan otoritatif, bentuk peribadatan, organisasi dan pusat gerakan, sebaran pemeluk, dan signifikansinya. Informasi yang disampaikan mengenai beberapa subyek tersebut kiranya cukup menarik dan komprehensif, sehingga cukup memadai untuk dijadikan sebagai pijakan awal bagi mereka yang hendak mempelajari agama Sikh secara lebih mendalam[4].
A.  Sejarah Agama Sikh
Sikhisme (bahasa:Punjabi) adalah salah satu agama terbesar di dunia. Agama ini berkembang pesat pada abad ke 16 dan 17 di India. Kata Sikhisme berasal dari kata Sikh, yang berarti “murid” atau “pelajar”. Agama Sikh atau Sikhisme adalah sebuah agama orang India , agama baru ini mengandung sedikit ajaran Islam dan Hindu di bawah semboyan “Bukan Hindu dan bukan Muslim”.
Agama Sikh bermula di Sultanpur, berhampiran dengan Amritsar di wilayah Punjab, India. Pendiri dari agama sikh ini ialah Guru Nanak (1469-1539), dilahirkan di Talwandi Rai Bhoe, sebelah barat Lahore, Punjab, tanggal 15 April 1469. Orang tuanya berkasta ksatria. Ayahnya, Mehta Kalu, adalah seorang akuntan desa, bekerja pada perusahaan milik Rai Bular, seorang Muslim dan tuan tanah yang kaya raya di desa itu. Ibunya, Tripta, adalah seorang Hindu fanatik, keturunan suku Khattri dari kasta yang tinggi. Ia disebut sebagai guru pertama atau Sang Guru Agung, dan yang terakhir adalah guru Gobind Singh.
Seorang yang pada asalnya beragama Hindu tetapi atas keinginannya untuk menjadikan sebuah agama yang boleh diterima oleh semua orang di India, Guru Nanak telah menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Islam dan Hindu. Beliau dilahirkan dalam keluarga Hindu yang ketat pada tahun 1469. Guru Nanak sejak kecil sudah menunjukkan pemberontakan terhadap ajaran Hindu. Sebuah kisah yang paling terkenal adalah bagaimana Guru Nanak kecil menolak pemasangan benang suci janeu. Dalam tradisi Brahmin, bocah kecil yang beranjak dewasa akan mendapatkan benang suci putih yang diikatkan melingkar dari pundak kiri ke pinggang kanan. Benang ini dipakai terus sepanjang hidup. Setidaknya sekali dalam setahun, janeu kaum Brahmin diganti dalam upacara khusus. Hanya orang Janeu adalah benang suci umat Hindu. kasta Sudra (kasta terendah) yang tidak melingkarkan janeu di tubuh mereka. Tetapi Guru Nanak tak peduli, tetap tak mau memasang benang itu ke tubuhnya. Baginya, kualitas manusia bukan ditentukan oleh benang.
Beliau bersabda, “Meskipun mereka melakukan pencurian, perzinahan, kebohongan, pelecehan, perampokan, dosa yang tak terbilang jumlahnya, menyakiti sesama makhuk siang malam, tetapi benang kapas selalul dilingkarkan Brahmana ke tubuh mereka. Mereka menggelar upacara, membunuh kambing, menyiapkan makanan, dan orang suci berkata ‘pasanglah janeu’. Ketika janeu itu sudah tua, benang itu dibuang, diganti yang lain. Tidaklah dawai itu kekal dan abadi kalau ia selalu rusak dan dibuang.”
Semasanya, Guru Nanak sering berdebat dengan pemuka agama Hindu dan Muslim. Saripati keagungan kedua agama besar itu juga nampak dalam ajarannya. Guru Nanak adalah musafir, menempuh perjalanan beribu-ribu kilometer untuk mencari kebenaran hidup, pencerahan batin, dan keagungan Tuhan. Ia melintasi gunung-gunung salju Himalaya menuju Tibet, melintasi padang pasir Sindh, menyeberangi lautan Arabia, menempuh perjalanan suci ke tanah Mekkah, Baghdad, Persia, Afghan, untuk belajar dari alam semesta raya[5]. Nanak meninggalkan desanya untuk mengkotbahkan ajaran kehidupan dan spiritualitas barunya ke berbagai wilayah dan negara. Nanakpun melakukan perjalanan ke berbagai negara, seperti; India, Srilangka, kepulauan Maladewa, Lokadewa, Assam, Birma, Tibet, Turkistan, Siberia, Afganistan, Iran, Arab Saudi dan Turki, untuk mengkhotbahkan ajaran yang diyakininya sebagai jalan menuju Tuhan. Sejak saat itulah kelompoknya disebut Sikh artinya pengikut Nanak dan kemudian disebut agama Sikh[6].
Guru Nanak meninggal tanggal 22 September 1539, pada usia 70 tahun dan terjadilah perselisihan antara kaum hindi dan muslim, karena masing-masing merasa pihaknya lah yang berhak merawat jenazah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kaum hindi mengatakan, Nanak adalah orang Hindu, sebab dilahirkan dari keluarga Hindu dan sangat memahami Veda. Sementara kum muslim mengatakan, Nanak adalah Muslim bahkan ulama, karena sudah bersyahadat, melaksanakan umrah berkali-kali dan naik haji, ahli bahasa dan sastra Arab, sastra Persia, sangat memahami al Qur’an, dan telah menjadi sufi. Pertengkaran berakhir setelah mereka membuka penutup jenazah hanya menemukan setumpuk kembang dan tidak mendapati jasadnya. Lagi-lagi ini cerita keajaiban dan misteri (khayali) yang tidak masuk akal. Keraiban jenazahnya menambah wibawa Guru Nanak bagi pengikutnya meningkat. Kejadian ini justru menaikan citra bahwa Guru Nanak adalah orang hebat yang layak disebut sebagai utusan Tuhan.
Hanya ada satu Tuhan, manusia bisa berhubungan langsung dengan Tuhan tanpa perlu perantaraan ritual atau pendeta, dan penolakan terhadap pembedaan manusia  berdasar kasta dan gender adalah poin-poin utama dalam ajaran Sikh. Oleh karena itu, agama Sikh seperti Islam percaya kepada adanya satu Tuhan tetapi Tuhan penganut Sikh dipanggil Waheguru.
Selepas beliau meninggal dunia, penggantinya juga diberi pangkat guru. Guru Pewaris pertama dari Guru Nanak dan Guru yang kedua adalah Bhai Lehna (Guru Angad Dev); Guru ketiga adalah Amar Das; Guru keempat adalah Ram Das; Guru yang kelima, Arjun; Guru yang keenam, Har Gobind; Guru ketujuh, Har Rai; Guru kedelapan Har Krishan; Guru ke sembilan adalah Tegh Bahadur; dan Guru kesepuluh terakhir Guru Gobind Singh. Sebanyak sepuluh guru telah mengambil alih tempat Guru Nanak dan secara perlahan-lahan, mereka telah menjauhkan diri dari agama Hindu dan Islam.
Rangkaian ini berakhir pada tahun 1708 selepas kematian Sri Guru Gobind Singh yang tidak meninggalkan pengganti manusia tetapi meninggalkan satu himpunan skrip suci yang dipanggil Adi Granth. Skrip ini kemudian diberi nama Sri Guru Granth Sahib (yang merupakan kitab suci umat Sikh). Sri Gobind Singh juga telah menubuhkan sebuah persatuan “Persaudaraan Khalsa Sikh”. Sri Guru Granth Sahib, kitab suci umat Sikh, bukan hanya ditulis oleh guru-guru Sikh, tetapi juga oleh orang suci dari kepercayaan dan agama lain.
Sepeninggalnya Guru nanak banyak pengikutnya yang menghimpun diri dalam satu golongan atau sekte tersendiri yang kehindu-hinduan, apalagi kebanyakan pengikutnya berasal dari kalangan komunitas penganut agama Hindu dan hidup dilingkungan mayoritas Hindu, serta adanya konflik-konflik politik dengan penguasa Moghul yang Islam. Kondisi ini telah pernah melahirkan kebencian kepada Islam dan mendorongnya lebih dekat kepada Hindu.
B.  Keyakinan dan Prinsip Agama Sikh
Konsep keyakinan Sikh didasarkan pada ‘Mul Mantra’, yang termuat dalam kitab suci Sri Guru Granth Shahib (bagian dari Adi Grant). Dalam kitab Sri Guru Granth Shahib volume 1, pasal 1 ayat 1 disebutkan istilah ‘Japoji Mul Mantra’. Ayat tersebut berbunyi “Hanya ada Allah Tuhan Yang Esa”. Tuhan itu disebut “Dadru”, ‘Sang Pencipta’, atau ‘Dia yang terbebas dari rasa takut dan rasa kebencian’, ‘Dia Yang Kekal’, ‘Dia yang tidak dilahirkan’. Agama Sikh meyakini Allah Tuhan Yang Maha Esa (monothisme). Konsep ini mirip dengan al Qur’an surat al Ikhlas. Dalam kitab itu juga terdapat banyak istilah untuk menjelaskan sifat Tuhan, misalnya, Ek Omkara atau disebut ‘Kartar’ (Sang Pencipta tidak berwujud), ‘Akal’ (Yang Abadi), ‘Satyanama’ (Yang Maha Suci), ‘Shahib’ (Tuhan), ‘Parvadigar’ (Sang Pemelihara), ‘Rahim’ (Sang Pengasih), ‘Karim’ (Yang Mulia). Tuhan Yang Maha Esa disebutnya ‘Wahe Guru’, berarti satu Tuhan dan sebagainya.
Agama Sikh menentang konsep titisan Tuhan. Tuhan tidak bisa mewujud menjadi manusia atau berkinosis seperti kepercayaan Kristen yang menyebut Yesus titisan Allah. Sikh melarang penyembahan berhala. Setiap penganut Sikh harus ingat pada tuhan Allah, “Setiap orang akan ingat kepada Tuhannya tatkala ia berada dalam lilitan masalah, tetapi lupa mengingat-Nya tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia. Seseorang yang selalu mengingat Tuhan tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia, bagaimana mungkin ia akan terjatuh ke dalam masalah”.
Dalam kitab Guru Granth Shahib terdapat banyak nama untuk menjelaskan sifat Tuhan, misalnya, Ek Omkara atau disebut ‘Kartar’ (Sang Pencipta), ‘Akal’ (Yang Abadi), ‘Satyanama’ (Yang Maha Suci), ‘Shahib’ (Tuhan), ‘Parvadigar’ (Sang Pemelihara), ‘Rahim’ (Sang Pengasih), ‘Karim’ (Yang Mulia). Tuhan Yang Maha Esa disebut dengan ‘Wahe Guru’, yang berarti satu Tuhan. Agama Sikh menentang konsep ajaran Avtarvada, yaitu konsep titisan (inkarnasi) Tuhan, Tuhan tidak bisa mengambil wujud seperti manusia, seperti orang Kristen menyebut Yesus sebagai titisan Allah (berkinosis). Mereka tidak percaya bahwa Tuhan berkinosis dan melarang penyembahan berhala.
“Setiap orang akan ingat kepada Tuhannya tatkala ia berada dalam lilitan masalah, tetapi lupa mengingat-Nya tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia. Seseorang yang selalu mengingat Tuhan tatkala berada dalam keadaan senang dan bahagia, bagaimana mungkin ia akan terjatuh ke dalam masalah”. Pesan ini mirip pesan dalam kitab suci Al-Qur’an surat Az-Zumar, surat ke-39, ayat 8, disebutkan “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya. Kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya, lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya”. Hal ini sangat logis, karena Guru Nanak menguasahi sastra Arab, menguasai ilmu al Qur’an termasuk tafsir, dan peraktek amalan Sufi, sudah menunaikan ibadah haji dan berumrah berkali-kali, malah disebut sebagai ulama.
Prinsip agama Sikh Sebagai seorang yang sudah mendalami ajaran Islam, sering umrah dan sudah naik haji, Guru Nanak menolak ajaran tentang dewa-dewa yang diajarkan agama Hindu. Menurutnya Tuhan adalah tak berbilang, Tuhan yang Maha Esa yang Maha Benar sajalah yang wajib di sembah, persis sebagaimana ajaran Islam. Ajaran Guru Nanak tentang keesaan Tuhan ini jelas dapat di baca dalam Mulmantra dari Japji, baris baris pertama dalam bagian-bagian pertama dalam kitab suci Adhi Granth. Di situ termuat ucapan-ucapan Guru Nanak seperti :“hanya ada satu Tuhan yang nama-Nya adalah kebenaran, pencipta, terpelihara dari kekuatan dan musuh tidak dilahirkan, kekal, berdiri sendiri, maha besar, melimpah. Yang Maha Esa itulah yang awal dan yang akhir, yang Maha Esa itulah yang akan datang.
Guru Nanak sama sekali menolak setiap bentuk kompromi dalam ajaran tentang keesaan tuhan, sehingga ia dengan tegas menolak ajaran tentang Trinitas, seperti yang diyakini oleh kalangan Kristen dan dewa-dewa dalam agama Hindu. Ia menyatakan bahwa pembagian Tuhan menjadi tiga pribadi adalah bertentangan dengan keesaan Tuhan. Guru Nanak berpendapat bahwa “adalah anggapan yang biasa bahwa dewi ibu secara misterius melahirkan ajaran Trinitas atau Tritunggal, yaitu Tuhan Pencipta, Tuhan Memelihara dan Tuhan Pemusnah, bukan dalam artian seperti diyakini kalangan kristen ada tuhan Bapak, Rohul Kudus dan Yesus. Hakekatnya Tuhanlah, yang mengatur alam semesta berdasarkan kehendaknya dan bukan yang lain. Tuhan itu melihat mereka (manusia) tetapi mereka tidak melihan-Nya, semua tergantung kepada-Nya. Tuhan sebagai wujud pertama yang maha suci yang tidak berawal, tidak mati dan selamanya tetap sama”.
Guru Nanak juga menyangkal ajaran ketuhanan yang bercorak monistik (advaita vedantism) dari Hinduisme. Menurut ajaran agama ini alam semesta adalah maya atau khayal, realitas sejati hanya satu yaitu Tuhan. Guru Nanak tidak mau menerima ajaran dualistik yang di ajarkan oleh Hinduisme yang di kenal dengan sebutan Shankhya-yoga. Karena menurut ajaran ini, alam dan Tuhan tidak di ciptakan dan sama-sama kekal. Guru Nanak percaya bahwa alam semesta itu adalah nyata namun diciptakan dan tidak kekal, sebagaimana yang juga diajarkan Islam. Alam ini nyata karena merupakan bukti dan kehendak dan hukum Tuhan. Semua benda menjadi wujud, sementara karya dari kehendak itu tidak bisa di uraikan. Hanya dengan kehendak-Nya semua wujud mengembangkan hayat dalam diri masing-masing, dan kemudian semua wujud akan bertambah mulia karena kemuliaan yang menciptakanya.
Prinsip ajaran Guru Nanak yang harus dipedomani oleh komunitas Sikh ada sepuluh, yaitu
1.        Percaya pada Allah Tuhan Yang Maha Esa;
2.        Menghormati sesama manusia, baik laki-laki maupun wanita dengan kesetaraan gender;
3.        Harus mempunyai rasa perikemanusiaan yang luas dan mendalam;
4.        Harus memajukan watak pribadi dengan perbuatan kebajikan yang mulia dan luhur;
5.        Harus selalu ingat kepada Tuhan;
6.        Tidak boleh buta akan kepercayaan;
7.        Harus menolak perbedaan kasta;
8.        Tidak boleh berjanji atas nama Tuhan dan adat istiadat agama;
9.        Tidak boleh menyangkal kenyataan dunia;
10.    Pemimpin rohani dapat menyelamatkanya dari hukuman Tuhan.
Prinsip dalam agama Sikh, umat manusia memiliki derajat yang sama, karena orang dimuliakan bukan karena kastanya, melainkan karena ia adalah “manusia”, sehingga ajaran kasta harus ditolak. Ajaran “menajiskan” manusia lainya dan haram untuk di sentuh harus dihapuskan. “Tidak ada gunanya kasta dan keturunan, pergilah dan tanyakan pada orang alim, pasti derajat seseorang ditentukan oleh amal kebajikannya, bukan oleh kastanya”. Manusia hidup harus mengutamakan kesempurnaan moral, karena nilai manusia terletak pada tinggi rendahnya moral itu.
Guru Nanak mengajarkan bahwa alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan, dan tidak abadi. Yang kekal dan abadi hanyalah Tuhan Allah, karena Tuhan adalah Realitas Mutlak. Guru Nanak dan manusia lainya adalah hamba Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau manusia beranggapan bahwa ia bebas melakukan kehendaknya, maka ia tidak akan dapat menikmati kebahagiaan sejati. Dengan kodrat dan iradat Tuhan seluruh alam ini terjadi, dan melalui hukum Tuhan. Tidak ada sesuatu yang berjalan di luar Kehendak dan hukum Tuhan. Segala yang dikendaki Tuhan semuanya pasti terjadi. Tidak ada yang berada di bawah kuasa makhluk, kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa, dan Maha Kasih.
C.  Sistem Peribadatan Agama Sikh
Dalam ajaran Sikh ada juga ketentuan yang harus dilaksanakan yaitu membaca Guru Granth Sahib, mendengarkan, mengadakan silaturahmi dan memberikan pencaharian sebanyak 10%. Beberapa ajaran yang diberikan oleh Guru Nanak harus wajib dilaksanakan atau dijalankan selaku mengikuti ajaran Sikh. Bagi Sikh tidak ada batasan hari dalam melaksanakan ibadah karena penganut Sikh melakukan ibadah setiap hari, namun ada satu hari yang paling khusus dan diwajibkan untuk beribadah yaitu pada hari minggu, semua umat Sikh pergi ke Gurdwara terdekat dan pada hari itu terdapat sebuah kotak sumbangan sebanyak dua buah.  Adanya kotak sumbangan ini guna untuk keperluan Gurdwara dan umat Sikh.
Di kuil Sikh tidak ada patung, karena patung itu berhala dan berhala merupakan sistem ketuhanan Hindu. Di dalam kuil Sikh hanya ada kitab suci dengan bunga dan dupa yang menghias kitab yang sangat diagungkan. Terdapat jenis makanan atau kue tertentu yang menggunakan lemak sapi sebagai bahan utamanya. Di teras depan gurudwara selalu ada kran untuk bersuci, sebagaimana di masjid yang selalu juga ada kran air untuk berwudlu. Arsitekturnya selalu dilengkapi dengan kubah-kubah, seperti masjid, sehingga banyak kaum muslim terjebak melaksanakan shalat dhuhur, ashar dan maghrib. Siapapun boleh mengunjungi kuil Sikh, asalkan menggunakan tutup kepala.
Pada hari Minggu acara ibadah akan dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 12.00 wib. Sementara pada hari-hari biasa, semua penganut Sikh beribadah pada pagi hari dimulai pukul 03.00 sampai sore hari pada pukul 18.00 wib dan pada ajaran Sikh terdapat banyak acara-acara ritual yaitu seperti peringatan hari-hari guru, kematian, perkawinan, pembaptisan atau pemberian nama, pengibaran bendera agama. Namun di setiap acara ritual keagamaan ini,mereka selalu mengawalinya dengan membacakan Guru Granth Shaib dengan hikmat. Dengan demikian, setiap acara dapat berjalan baik dan penuh berkah. Kegiatan-kegiatan ritual ini membuat setiap ajaran Sikh dapat memahami ajaran-ajaran yang ditinggalkan oleh kesepuluh Gurunya[7].
Hari Raya Agama Sikh yaitu Dipawali, Vaisakhi, Gurpurb. Peringatan hari besar agama Sikh ini berdasarkan pada penanggalan kalender Sikh. Kalender ini berdasarkan pada tahun matahari tropis, sebagai pengganti perputaran bulan, yang berarti bahwa tanggal tidak akan berubah dari tahun ke tahun seperti yang sebelumnya dilakukan berdasarkan kalender bulan lama[8].
D.  Tradisi Keagamaan Agama Sikh
Salah satu keyakinan yang harus dilaksanakan adalah tradisi Sikh yaitu upacara daur hidup yang menjadi adat istiadat yang sangat kental di kalangan Sikh. Upacara daur hidup ini dimulai sejak kelahiran kemudian menjalani hidup, kematian dan berbagai upacara setelah meninggalnya penganut Sikh. Pemberian hadiah pahala (dalam Islam sering dilakukan dengan tahlil) merupakan tradisi yang lazim dalam komunitas Sikh, sebagaimana kaum muslim madhzab Syi’ah dan madzhab Suni Syafi’i Indonesia.
Tradisi menyambut kelahiran bayi dan memberi nama merupakan upacara penting yang disebut dengan naamkaran. Bayi yang baru lahir diberi nama selepas Granthi membaca kitab suci Ardas (salah satu bagian dari Grant Sahib). Begitu kitab Sri Guru Granth Sahib dibuka, maka bayi akan diberi nama mengikut huruf pertama dalam muka surat dari kitab suci yang dibuka itu. Nama akhir semua penganut Sikh adalah sama yang berbeda hanya mengikut jenis kelaminnya yaitu Singh bagi lelaki, artinya singa dan Kaur (bukan Kepala Urusan) bagi perempuan artinya artinya “Puteri”.
Remaja lelaki berumur sebelas hingga enam belas tahun dia akan melalui satu upacara pemakaian serban (upacara babtis) yang disebut dengan Dastar Bandhni. Upacara ini baru muncul ketika umat Sikh dipimpin oleh guru yang ke sepuluh (Gobind Singh). Oleh karena itu tidak semua umat Sikh mau dibabtis, karena dianggap bid’ah. Upacara dipimpin oleh pemimpin agama Sikh yang dipanggil Granthi. Bagi komunitas Sikh, perkawinan adalah suci dan mereka percaya pada sistem monogami, dan perceraian tidak boleh terjadi, dan hanya terjadi jika salah satu suami isteri itu meninggal.
Penampilan komunitas Sikh mudah dikenali, dalam teladannya, Sri Gobind Singh juga memulakan pemakaian seragam untuk lelaki Sikh yang taat kepada agamanya yang diberi gelaran Lima K. Dan pada saat ini, pemakaian seragam ini akhirnya menjadi satu ciri dari kaum Sikh itu sendiri. Lima K adalah lima hal yang selalu harus ada dan diwajibkan untuk dipakai, dengan keterangan sebagai berikut:
1.    Kesh yang berarti memelihara rambut sebagai suatu symbol kepercayaan kepada Tuhan dan mengajarkan kerendahan hati. Setelah dibaptis Umat Sikh dilarang untuk memotong rambut yang ada di sekujur tubuhnya. Saat ini penggunaan Kesh mengalami perubahan. Dimana, tidak semua lelaki Sikh menggunaan Kesh tersebut. Hal ini dilakukan karena pada saat ini juga tidak semua lelaki Sikh berambut panjang.
2.    Khanga yang berarti sisir. Umat Sikh harus terlihat rapi. Dengan menggunakan sisir ini mereka merapikan rambut yang kekusutan dan membersihkan rambut dari kotoran.
3.    Karra yang berarti pertalian atau persaudaraan yang erat diantara pengikut agama Sikh. Karra merupakan sebuah Gelang yang terbuat dari baja tertentu. Maknanya yaitu: ikutilah agama secara menyeluruh, melambangkan suatu kebulatan antara sesame umat sikh, dan yang terakhir adalah sebagai penangkal dari aura-aura dan kekuatan negatif. Penggunaan Karra sampai saat ini masih terus dipertahankan oleh umat Sikh. Penggunaan gelang tersebut pada saat ini tidak hanya dipertahankan oleh lelaki Sikh tetapi juga oleh perempuan Sikh. Hal ini sebagai penanda bahwa mereka adalah kaum Sikh.
4.    Kachha yang berarti celana pendek. Merupakan suatu simbol pengawasan terhadap diri sendiri dan sifat moral yang tinggi. Penggunaan Kachha ini. Dimana, saat ini, kachha tidak selalu digunakan oleh semua kaum lelaki Sikh.
5.    Kirpan merupakan pedang kecil. Ini merupakan simbol dari aktifitas kebaikan, penghormatan dan juga penghormatan pada diri sendiri. Namun pada zaman sekarang kirpan banyak digantikan dengan pedang-pedangan karena takut dianggap sebagai teroris.
Uraian di atas merupakan ciri-ciri kaum Sikh pada masa awal agama ini berdiri di dalam perkembangannya, beberapa penggunaan ciri ini banyak bergeser. Tetapi pemuka agama mereka seperti pendeta dan beberapa orang-orang tertentu masih memanjangkan rambut mereka. Hal ini ditandai dengan penggunaan sorban oleh para pendeta. Jemaat laki-laki yang lain, ada umumnya hanya memakai penutup kepala saja. Dari keadaan ini, terlihat adanya perkembangan penggunaan sorban oleh para laki-laki Sikh. Yang dimana, karena rambut mereka saat ini tidak lagi panjang, maka mereka tidak lagi menggunakan sorban. Untuk perempuan Sikh, biasanya menggunakan penutup kepala dan pakaian yang menutup aurat, celana longgar, baju selutut, selendang 2 meter dan pakaian yang mereka kenakan mirip ataupun hampir sama dengan baju sari yang sering digunakan oleh perempuan India pada umumnya[9].
E.  Sekte-Sekte Agama Sikh
Seperti umumnya, hampir setiap agama memiliki sekte-sekte atau sempalan atau madzhab, demikian pula dalam agama Sikh. Agama Sikh memiliki sekte-sekte, yaitu;
1.    Sekte Panthis Nanak
Panthis Nanak merupakan aliran besar yang ingin mempertahankan ajaran-ajaran Guru Nanak. Hal ini adalah karena agama Sikh menjadi seperti yang sekarang telah melalui proses berabad-abad dari Guru Nanak sebagai Guru Agung hingga Guru Govind Singh. Oleh karena itu terlalu banyak tambahan yang prinsipil menjadi berbeda dengan ajaran Guru Nanak. Misalnya Guru Nanak tidak memasukan ajaran Mahabarata dalam ajaran spiritualitas barunya, tetapi pada masa guru Govind Sing, Mahabarata dan ajaran Hindu lainya masuk dalam kitab sucinya, bahkan lebih dominan.
Sebenarnya usaha revitalisasi dan purifikasi pernah dilakukan oleh Guru Arjun Singh, tetapi pada masa guru berikutnya bid’ah-bid’ah masuk lagi dan diperparah pada masa Guru Govind Singh. Bahkan ada upacara sekramen atau babtis segala yang pada masa sebelumnya tidak dikenal. Guru Nanak ketika remaja saja dikalungi kembang sebagai simbol Hindu dari kalangan kasta tinggi, Nanak muda tidak mau. Apalagi sekramen-sekramen dan pembabtisan.
2.    Sekte Khalsa
Sekte Khalsa adalah sekte Sikh yang mengutamakan kepatuhan dan ketundukan kepada guru yang ke sepuluh, yaitu Govind Singh. Pandangan kelompok ini lebih dinamis dan lebih terbuka dengan kemungkinan adanya perubahan dan pembaharuan. Oleh karena itu corak teologis, tradisi keagamaan, ritual keagamaanya berbeda dengan sekte Panthis Nanak. Jadi agama Sikh sekte Khalsa ini berpenampilan lebih modern, karena menyesuaikan dengan jaman. Hanya masalah teologi dan kitabsucinya saja yang terpelihara, karena prinsipnya adalah beteologi seperti Guru Nanak dan berpedoman kepada kitab Suci Adi Grant Sahib.
3.    Sekte Namdari
Sekte ini didirikan oleh Bhai Ram Singh, seorang perwira pasukan Raja Ranjit Singh. Bhai Ram Singh adalah seorang yang taat beragama sebagai murid dari seorang pengikut sekte Orsi, yaitu Baba Balak Ram. Bhai Ram ingin mengadakan pembaharuan terhadap agama Sikh. Dia mengajarka bahwa gurunya Baba Balak Ram, adalah guru Sikh yang kesebelas. Ajaran ini di terima oleh sebagian kaum Sikh, dan mereka mengangap bahwa Bhai Ram adalah guru yang ke duabelas aliran ini terkenal karena keshalehanya dan pakaian yang di pakai.
Anggota-anggota sekte ini tidak mau memakan makanan yang tidak dimasak oleh angota kelompok mereka, dan tidak mau pula memakan makanan yang najis, minum minuman yang haram, atau khaddhar. Sikap mereka terhadap penguasa (penjajah) sangat keras dan bersikap oposisi. Mereka selalu memboikot kantor-kantor pos dan pengadilan kolonial Inggris. Mereka pernah mencoba mengusir kekuatan Inggris dari sekitar mereka dan berusaha membangun kekuatan sendiri, akan tetapi mereka gagal.
Dalam penyerangan yang mereka lakukan terhadap pos-pos pemerintah di daerah Punjab, sekitar lima puluh orang di antara mereka terbunuh. Kegagalan pemberontakan ini menyebabkan seluruh pimpinan mereka yang berada di daerah Punjab di tahan oleh pasukan militer Inggris dari divisi Ambala. Kemudian mereka di buang ke Rangoon dan tidak di perbolehkan balik ke India lagi. Gagal di dalam usaha politik untuk mengusir kolonial Inggris ini, golongan Namdari mulai memusatkan fikiran kembali ke masalah agama. Terutama di lakukan adalah mengangkat guru baru pengganti Baba Ram Singh. Guru ini masih keponakan Baba Ram Singh. Sekarang jumlah mereka diperkirakan ada sekitar 900.000 jiwa.
4.    Sekte Akali
Aliran atau sekte Akali adalah suatu aliran yang paling akhir lahir di kalangan kaum Sikh karena aliran ini baru muncul setelah perang dunia ke dua. Sekte Akali ini sangat berbeda dengan sekte Namdari, dan sangat kuat terlibat dalam dunia politik. Tokoh utama sekte Akali ini, Banda Biragi sangat besar pengaruhnya dalam menentukan arah politik kelompok ini. Apa yang di lakukan oleh Banda Bairagi dan pengikutnya dapat di gambarkan oleh keterangan berikut ; “perhatian Belanda tidak pernah lengah dari mengamati pasukan Inggris di India.
Sering sekali ia melakukan perang gerilya dengan menyamar di dalam kerumunan orang banyak. Mereka selalu menimbulkan kerusuhan-kerusuhan yang merepotkan penguasa Banda tidak menetap di suatu tempat tertentu ia tidak pernah meninggalkan bekas setelah melakukan pembunuhan, penyerangan serta penghancuran sesuatu sasaran mereka juga sering menghancurkan masjid-masjid dan mengobrak abrik makam kaum muslimin”.
F.   Agama Sikh di Indonesia
Ajaran Sikh masuk ke Indonesia melalui pedagang India dan Gujarat pada abad ke-19. Namun menurut pengakuan dari salah seorang penganut agama Sikh bernama Baldev Singh (41) disamping masuk melalui jalur perdagangan namun ada juga beberapa yang dibonceng oleh tentara sekutu pada perang dunia kedua. Mereka dipekerjakan pada perkebunan-perkebunan milik pemerintah. Namun kurang begitu terekspos beritanya. Kemudian mereka mulai masuk ke Indonesia secara bertahap dan akhirnya menjadi berkembang. “Pak tua saya dulu ikut menjadi pejuang kemerdekaan, beliau meninggal pada tahun 1975”, tutur Baldev .
Jumlah penganut agama Sikh di dunia menurut informasi mencapai 23 juta orang, terbanyak terdapat di Punjabi, India, sedangkan di Indonesia sekitar 80.000 orang. Mereka hidup menyebar di seluruh pelosok tanah air seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung. Pemeluk agama Sikh terbanyak adalah di Sumatra Utara sekitar 7.000 jiwa, utamanya di Kota Medan sekitar 5.000 jiwa, Pematang Siantar sekitar 2.000, Tebing Tinggi 360 orang dan Binjai 760 orang.
Umat Sikh yang terbesar ada di wilayah Medan dan sekitarnya. Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Orang India yang tinggal di Jakarta, berasal dari komunitas Sindhi dan Sikh, sebanyak 928 orang. Namun pada tahun 1978 pemerintah memberi kesempatan kepada seluruh WNA untuk menjadi WNI, tanpa biaya dan tidak perlu naturalisasi, sehingga warga keturunan yang sudah turun-temurun di Indonesia menjadi WNI. Jumlah etnis India di Indonesia berdasarkan sensus tahun 2000, adalah 34.685 jiwa, sekitar 22.047 (64%) tinggal di Sumut, sementara di Jakarta hanya 3.632 (11%). Aktivitas ekonomi India banyak dibidang ekonomi, kelompok Sindhi distereotipkan sebagai pembisnis tekstil, dan orang Sikh bisnis peralatan olah raga. Kaum  Sikh di Jakarta banyak berasal dari Medan, rata-rata pekerja wirausaha/pekerjaan sendiri dan menguasai bahasa Inggris.
Meskipun demikian, agama Sikh belumlah bisa berdiri sendiri, karena sampai sekarang para penganutnya masih berada di bawah Perhimpunan Hindu Darma Indonesia (PHDI). Hak-hak sipil umatnya juga belum dapat disetarakan dengan enam agama di Indonesia, misalnya (salah satunya) mereka belum bisa mencantumkan agama Sikh dalam Kartu Penduduk[10] dan masih dianggap sebagai agama Hindu[11].



Sumber
1.    Kustini, et.al. (2015). Baha’i, Sikh, Tao: Penguatan Identitas dan Perjuangan Hak-Hak Sipil. [Online]. Tersedia: https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/uploads/2017/01/BUKU_KUSTINI-Bahai,_Sikh,_Tao.pdf [13 Maret 2017]
2.    Nehemia Herwinka Silaban. (2012). Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual Dan Melodi. [Online]. Tersedia:  http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/skripsiwinkasilaban.pdf [13 Maret 2017]
3.    Thari Mayaratu. (2011). Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh. [Online]. Tersedia:  http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/6111/1/THARI%20MAYARATU-FUH.pdf [13 Maret 2017]
4.    Universitas Sumatera Utara. Identifikasi Masyarakat Sikh di Kota Medan. [Online].  http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49196/4/Chapter%20II.pdf [13 Maret 2017]




[1] Thari Mayaratu, “Ajaran Ketuhanan dalam Agama Sikh”, diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/6111/1/THARI%20MAYARATU-FUH.pdf, pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 14.46
[2] Universitas Sumatera Utara, “Identifikasi Masyarakat Sikh di Kota Medan”, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49196/4/Chapter%20II.pdf, pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.03
[3] Thari Mayaratu, op.cit.
[4] Kustini, et.al, “ Baha’i, Sikh, Tao: Penguatan Identitas dan Perjuangan Hak-Hak Sipil”, Balitbang Diklat, diakses dari https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/assets/uploads/2017/01/BUKU_KUSTINI-Bahai,_Sikh,_Tao.pdf, pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.09
[5] Kustini, et.al, op.cit.
[6] Universitas Sumatera Utara, op.cit
[7] Universitas Sumatera Utara, op.cit
[8] Nehemia Herwinka Silaban, “Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual Dan Melodi”, diakses dari http://www.etnomusikologiusu.com/uploads/1/8/0/0/1800340/skripsiwinkasilaban.pdf, pada tanggal 13 Maret 2017 pukul 15.08
[9] Universitas Sumatera Utara, op.cit
[10]Kustini, et.al, op.cit.
[11] Nehemia Herwinka Silaban, op.cit

0 komentar:

Posting Komentar